GARA GARA CINTA 2 (COWOK AJAIB)
Cerpen Karya Siera Cleopatra
Bulan ini benar-benar jadi bulan yang membahagiakan buat Tiwi. Bisa
dibayangkan betapa senangnya perasaan Tiwi yang sedang menikmati masa
liburan sekolahnya setelah melaksanakan ujian kenaikan kelas. Ditambah
dengan kado dari mamahnya yaitu sepatu skeds warna biru yang sangat ia
inginkan sejak lama. Sepatu itu diberikan sebagai hadiah karena Tiwi
sudah berhasil masuk peringkat 3 besar di kelasnya. Dan yang paling
menggemberikannya lagi adalah mulai sekarang dia tak perlu bertemu lagi
dengan Bimo! Bimo adalah mantan pacarnya Tiwi yang sudah
mengkhiyanatinya dengan berselingkuh dengan sahabat pacarnya sendiri.
Dia sudah lulus dari SMA mereka bersekolah, jadi Tiwi tak akan lagi
melihatnya di sekolah. Tiwi sebenarnya sudah muak sekali setiap hari ia
harus ngelihat tampang Bimo yang membuatnya serasa ingin muntah.
Kebencian Tiwi terhadap Bimo agaknya sudah mengakar kuat dalam diri
Tiwi. Oke lah, lupakan masalah Bimo.
![]() |
Gara-Gara Cinta 2 (Cowok Ajaib) - Cerpen Cinta |
Satu kejadian luar biasa lagi muncul setelah hadirnya sesosok cowok
ajaib. Siapakah cowok itu?. “Tiwi, tolong kamu beli kue lapis legit yah
di toko kue dekat sekolahmu itu” perintah mamahnya Tiwi kepada anaknya.
“Buat siapa Mah? Buat Tiwi yah? Ih, mamah baik banget deh”, ujar Tiwi
sembari tertawa dan mengangkat alis tebalnya seakan menggoda mamahnya.
“Udah sana gak usah banyak omong, ntar pulangnya mampir dulu ke mini
market beli sirup ya nak. Ini uangnya”. “Siap bos! Laksanakan segera”,
jawab Tiwi sembari melangkahkan kaki meninggalkan mamahnya dan bergegas
menjalankan tugasnya. Dia pergi menuju toko kue dengan mengendarai motor
shogun warna biru kesayangannya. Di tengah jalan ada gerombolan anak
kecil sedang bermain layangan yang menghalangi jalannya hingga ia hampir
bertabrakan dengan motor yang melaju di depannya. Untung saja motor itu
melaju tak begitu kencang dan pengemudi motor vixion itu berhasil
mengerem motornya dengan baik begitu pula dengan Tiwi. Keduanya pun
sama-sama berhenti di tengah jalan perumahan dan saling bertatapan. “Oh
my god! Cakep banget tampang cowok ini”, ucap Tiwi dalam hati. Terdengar
suara merdu dari mulut cowok ganteng itu, “Maaf Dek, kamu gak apa-apa
kan?”. “Ehm,, ehmm,, iyah gak apa-apa kok”, Tiwi menjawab dengan gugup.
“Ya sudah kalau begitu”, ucap cowok tadi sembari menjalankan lagi
vixionnya yang berwarna merah itu.
Tiwi hampir saja lupa dengan perintah mamahnya untuk membeli kue dan sirup. Tanpa pikir panjang tiwi segera melanjutkan perjalanannya menuju toko kue. Kue lapis legit sudah ada dalam genggaman Tiwi begitu juga dengan sirup rasa jeruk pesanan mamahnya. Ia pun segera kembali ke rumahnya, pasti mamahnya sudah menunggu pesanannya itu di rumah. Sesampainya di rumah, Tiwi bingung dengan motor vixion yang terparkir di depan rumahnya. Tiwi menatapinya dengan cermat, sepertinya motor ini pernah ia lihat sebelumnya.
Dan ternyata vixion itu adalah milik cowok yang tadi ia jumpai saat akan
membeli kue. Seketika itu Tiwi langsung menuju pintu masuk rumahnya dan
ketika ia sudah sampai di ruang tamu, ternyata pemandangan apa yang ia
lihat? Sesosok cowok berwajah bersih dengan ukuran tubuh sedang tak
begitu tinggi jika dibandingkan dengan tubuh Bimo namun sangat rapi gaya
berpakaiannya. Cowok itu terlihat sedang asyik mengobrol dengan
mamahnya Tiwi. Tiwi melongo dan berdiri agak lama menatapi dua orang di
ruang tamu itu bergantian. “Eh, Tiwi udah datang rupanya. Sana cepet
kamu suguhkan kue sama minuman buat tamu kita”, lagi-lagi perintah
mamahnya. Yua ampun, mamahnya Tiwi ini emang tipe mama yang suka
nyuruh-nyuruh anaknya. Terpaksa Tiwi pun harus selalu menurutinya. Ia
segera melangkah menuju dapur untuk siapkan hidangan buat tamu ajaibnya
itu.
“Tiwi, kenalin ini Angga anaknya temen mamah. Dia ini pinter banget loh, dia kuliah di UGM jurusan MIPA dan sekarang udah mo masuk semester 3!”, jelas mamahnya. Angga yang sedang duduk manis di situ hanya bisa senyum malu. “Ooohhh”, singkat Tiwi yang kemudian memasang tampang bingungnya lagi. “Kalau liburan sekolahmu sudah usai, Angga mau jadi guru les kamu. Kamu kan udah mo kelas 3, mamah gak mau kamu gak lulus sekolah”. “Loh, bukannya Ka Angga ini masih kuliah yah Mah? Ntar gimana bagi waktu buat ngelesin Tiwi?”, Tanya Tiwi mulai bangkit dari melongonya. “Bisa kok Dek, nanti kakak bisa ngelesin kamu tiap hari jumat sama sabtu”, ujar Angga dengan senyuman lebar. Senyuman itu manis sekali. “Kamu gak usah khawatir Wi, Angga ini kan anak pinter. Dijamin dia gak akan terganggu deh kuliahnya cuma karena ngelesin kamu. Ya kan Ga?”, ucap mamahnya Tiwi tersenyum melirik Angga. Angga hanya bisa membalas senyuman itu dengan malu. “Eh, ayo di makan dulu nih kuenya Dek Angga”, tawar mamahnya Tiwi.
¤¤¤¤
Akhirnya tiga minggu berlalu, Tiwi sudah harus mulai mempersiapkan otaknya lagi untuk menampung materi-meteri pelajaran dari sekolah. Pagi itu, pagi yang cukup cerah Tiwi berjalan di koridor sekolah, belum sampai di kelas barunya XII IPS 1 dia sudah dipanggil oleh teman akrabnya Nia. “Tiwi…..!” terdengar suara teriakan memanggil namanya, suara itu berasal dari belakang tubuhnya. “Hei, kangen aku sama kamu Wi”, sapa Nia sedetik sesudah meraih bahu Tiwi dari belakang. “Eh kamu Ni, yang habis liburan ke Jakarta mana nih oleh-olehnya?”, tagih Tiwi pada sohibnya. “Haha, ntar pulang sekolah kamu ke rumah aku dulu aja ya. Oleh-olehnya ada di rumah”, jawab Nia ngikik. “Sip dah, yuk kita ke kelas dulu”, ajak Tiwi semangat. Kemudian kedua sahabat itu pun bergegas pergi menuju kelas barunya dengan raut wajah riang. Di depan pintu kelas mereka terlihat sesosok cewek berambut panjang dengan tubuh semampai berdiri seperti menunggu sesuatu. Ketika Tiwi dan Nia sudah hampir sampai depan pintu kelas, cewek itu mengembangkan senyumnya lebar dan tak lupa menyapa kedua sohib lamanya. “Hai, Wi. Hai Ni. Kok baru dateng sih? Udah aku tungguin loh dari tadi”. Tiwi dan Nia seketika melongo menandakan perasaan herannya dan keduanya saling berpandangan. Mereka tak percaya Luna begitu hangat menyapa dan menyambutnya seperti itu. “Hai juga Lun”, jawab Tiwi dengan sedikit nyengir. Sedangkan Nia masih heran dalam diam tak menjawab sekatapun.
“Tiwi, kenalin ini Angga anaknya temen mamah. Dia ini pinter banget loh, dia kuliah di UGM jurusan MIPA dan sekarang udah mo masuk semester 3!”, jelas mamahnya. Angga yang sedang duduk manis di situ hanya bisa senyum malu. “Ooohhh”, singkat Tiwi yang kemudian memasang tampang bingungnya lagi. “Kalau liburan sekolahmu sudah usai, Angga mau jadi guru les kamu. Kamu kan udah mo kelas 3, mamah gak mau kamu gak lulus sekolah”. “Loh, bukannya Ka Angga ini masih kuliah yah Mah? Ntar gimana bagi waktu buat ngelesin Tiwi?”, Tanya Tiwi mulai bangkit dari melongonya. “Bisa kok Dek, nanti kakak bisa ngelesin kamu tiap hari jumat sama sabtu”, ujar Angga dengan senyuman lebar. Senyuman itu manis sekali. “Kamu gak usah khawatir Wi, Angga ini kan anak pinter. Dijamin dia gak akan terganggu deh kuliahnya cuma karena ngelesin kamu. Ya kan Ga?”, ucap mamahnya Tiwi tersenyum melirik Angga. Angga hanya bisa membalas senyuman itu dengan malu. “Eh, ayo di makan dulu nih kuenya Dek Angga”, tawar mamahnya Tiwi.
¤¤¤¤
Akhirnya tiga minggu berlalu, Tiwi sudah harus mulai mempersiapkan otaknya lagi untuk menampung materi-meteri pelajaran dari sekolah. Pagi itu, pagi yang cukup cerah Tiwi berjalan di koridor sekolah, belum sampai di kelas barunya XII IPS 1 dia sudah dipanggil oleh teman akrabnya Nia. “Tiwi…..!” terdengar suara teriakan memanggil namanya, suara itu berasal dari belakang tubuhnya. “Hei, kangen aku sama kamu Wi”, sapa Nia sedetik sesudah meraih bahu Tiwi dari belakang. “Eh kamu Ni, yang habis liburan ke Jakarta mana nih oleh-olehnya?”, tagih Tiwi pada sohibnya. “Haha, ntar pulang sekolah kamu ke rumah aku dulu aja ya. Oleh-olehnya ada di rumah”, jawab Nia ngikik. “Sip dah, yuk kita ke kelas dulu”, ajak Tiwi semangat. Kemudian kedua sahabat itu pun bergegas pergi menuju kelas barunya dengan raut wajah riang. Di depan pintu kelas mereka terlihat sesosok cewek berambut panjang dengan tubuh semampai berdiri seperti menunggu sesuatu. Ketika Tiwi dan Nia sudah hampir sampai depan pintu kelas, cewek itu mengembangkan senyumnya lebar dan tak lupa menyapa kedua sohib lamanya. “Hai, Wi. Hai Ni. Kok baru dateng sih? Udah aku tungguin loh dari tadi”. Tiwi dan Nia seketika melongo menandakan perasaan herannya dan keduanya saling berpandangan. Mereka tak percaya Luna begitu hangat menyapa dan menyambutnya seperti itu. “Hai juga Lun”, jawab Tiwi dengan sedikit nyengir. Sedangkan Nia masih heran dalam diam tak menjawab sekatapun.
Di dalam kelas, suasana masih sedikit ganjal. Tiwi dan Nia seperti harus beradaptasi lagi dengan Luna sahabatnya yang kini telah kembali setelah lumayan lama menjauh dengan mereka. Luna menceritakan kepahitannya dalam menjalin cinta dengan Bimo. Bimo yang terkenal sangat playboy itu lagi-lagi menyakiti hati seorang cewek dan kali ini korbannya adalah Luna. “Jadi, si cowok brengsek itu ngekhiyanatin kamu Lun?”, Tanya Tiwi menggebu-gebu. “Iya Wi, aku sakit ati banget pas tahu kalau dia itu ada main sama Mba Lisa teman seangkatan Bimo”, isak Luna sembari menghapus air matanya. “Gila! Bener-bener sialan tuh banci udah nyakitin dua sahabatku”, tukas Nia dengan nada kesal. “Emang kamu tahu dari mana Bimo selingkuh sama si Lisa Lisa itu?”, Tanya Tiwi lagi. “Pas acara prom night kemarin, Bimo pulang bareng Lisa dan aku udah nungguin dia lama katanya dia mau anterin aku pulang tapi ternyata kata salah satu temennya dia udah pulang duluan bareng Lisa”. “Ya ampun, terus gimana hubungan kamu sama cowok itu sekarang? Udah putus?”. “Udah Ni, besoknya setelah acara prom night aku lihat dia lagi sama Lisa dan waktu itu juga aku langsung mutusin dia. Mungkin ini karma buat aku, dulu Tiwi yang diginiin sama Bimo dan itu karena aku. Sekarang aku baru ngrasain gimana sakitnya dikhiyanatin. Aku bener-bener minta maaf sama kamu Wi, sumpah aku bener-bener nyesel!”, isak Luna semakin keras. “Ya udahlah Lun, yang udah terjadi biarlah terjadi. Yang penting sekarang kita tata ulang hidup kita biar jadi lebih baik lagi. Ok?”, ujar Tiwi.
¤¤¤¤
Pukul 17.00 Tiwi sedang berada di warung roti bakar milik mamahnya. Semenjak kedua orang Tiwi bercerai 4 tahun silam, mamahnya bekerja keras sendiri mencari uang dengan membuka warung roti bakar yang sampai sekarang sudah cukup terkenal di sekitar kota Purworejo. Penghasilannya kini sudah lebih dari cukup untuk membiayai hidupnya dan biaya sekolah Tiwi anak semata wayangnya sekaligus menggaji para pegawainya. “Mamah, Tiwi minta roti bakar rasa coklat susu donk”, pinta Tiwi manja pada mamahnya. “Ih kamu dateng-dateng langsung minta-minta. Ya udah sana minta dibikinin sama Mang Udin”. Mang Udin lelaki setengah baya ini adalah salah satu pegawai yang sudah lama bekerja di warung roti bakar milik mamahnya Tiwi begitu pula dengan istrinya, mereka berdua sudah dianggap keluarga sendiri oleh mamahnya Tiwi. Kedua anak mereka sekarang sudah bejerja di salah satu pabrik tas di Yogyakarta. Sepasang suami istri itu menolak untuk memperkerjakan anaknya di warung roti bakar milik mamahnya Tiwi karena tidak mau terlalu merepotkan bosnya. “Mang Udin, biasa ya!”. “Siap Non!”. Mang Udin sudah hafal dengan roti bakar kesukaanya Tiwi yaitu rasa coklat susu, hampir setiap hari Tiwi selalu minta dibuatkannya.
“Tiwi, jumat besok kamu sudah mulai les sama Angga. Jangan lupa ya, jam 3 sore sudah harus ada di rumah”, ujar mamah Tiwi yang saat itu sedang menemaninya makan roti bakar di meja paling belakang. “Tapi Mah, Tiwi masih heran kok mamah nyuruh Kak Angga buat ngelesin Tiwi sih? Aku kan di SMA ambil jurusan IPS dan Kak Angga itu kan mamah bilang anak UGM jurusan MIPA”, Tanya Tiwi lugu. “Mamah cuma nyuruh dia ngelesin kamu mata pelajaran Matematika sama Bahasa Inggris aja kok, kalau urusan pelajaran lainnya mamah yakin kamu bisa belajar sendiri tanpa bimbingan guru les tapi kalau pelajaran yang dua itu sih mamah gak percaya deh”, ucap mamahnya Tiwi mengangkat alisnya seakan meledek Tiwi. “Ih mamah, jangan ngeremehin Tiwi kayak gitu donk..! Tiwi itu sebenarnya mampu dapet nilai bagus di dua maple itu. Cuma…” belum selesai Tiwi membela diri dia sudah dipotong pembicaraannya oleh mamahnya. “Cuma….? Cuma gurunya kurang beres atau cuma kamunya aja yang males belajar? hahahaha”, ledek mamahnya Tiwi tertawa lepas. Ibu-anak ini memang kerap kali bercanda mengingat hidup mereka terasa sepi karena di rumah hanya ada mereka berdua. Mamahnya bisa melupakan kesunyian itu ketika berada di warung roti bakar bersama para pegawai dan saat ia bercanda dengan anak semata wayangnya.
¤¤¤¤
Hari ini adalah hari pertama Tiwi les. Tiwi sengaja tidak main seusai sekolah, dia langsung pulang ke rumah begitu bel pulang sekolah berbunyi. Terus terang ada perasaan gugup hinggap dalam diri Tiwi, entah karena mata pelajaran lesnya atau guru lesnya. Tiwi sudah siap dengan buku-buku, alat tulis dan segala tetek-bengek peralatan lainnya untuk les. Dia tinggal menunggu Angga datang ke rumahnya saja, cowok ajaib itu janji akan tiba pukul 3 sore dan sekarang sudah pukul 3 kurang 10 menit. Tak lama kemudian terdengar bel berbunyi dari pintu rumah Tiwi, sudah ditebak kalau yang datang itu adalah Angga!. Sekarang keduanya sudah saling duduk ditempatnya masing-masing dan siap untuk memulai les kali ini. “Ok, untuk hari ini kita akan belajar pelajaran Matematika dulu”, jelas Angga dengan logat bak guru Tiwi di sekolah. Lama kelaman mereka mulai larut dengan angka-angka dalam pelajaran matematika itu. Tiwi memang tipe anak yang serba ingin tahu, tidak jelas sedikit ia langsung mengajukan pertanyaan pada Angga selaku guru lesnya. Angga pun menyambut baik reaksi anak didiknya itu, ia mencoba berusaha untuk mengajar Tiwi sampai Tiwi benar-benar merasa paham tentang materi yang dibahas.
2 jam berlalu, kini saatnya Tiwi dan Angga mengakhiri lesnya kali ini. “Cukup sampai disini dulu yah les kita kali ini”, ucap Angga. “Baik kak”, balas Tiwi singkat. Agaknya ia merasa kelelahan setelah 2 jam bergulat dengan angka-angka. “Tetep semangat donk Dek!”. “Hee,, iya kak. Tenang-tenang”, jawabnya mringis. “Oh ya, kakak minta nomor HPnya kamu donk, nanti kalau kamu mau tanya-tanya tentang materi matematika atau bahasa Inggris tinggal SMS kakak aja!”, ujar Angga sambil menyodorkan HPnya pada Tiwi. Tanpa pikir panjang Tiwi segera meraih HP Angga kemudian mengetik nomor HPnya dan menyimpankannya di HP Angga. “Terus, kapan kita belajar bahasa Inggrisnya Kak?”, Tanya Tiwi. “Besok. Jadi setiap hari jumat kita belajar matematika dan sabtu kita belajar bahasa Inggris, gimana?”, tawar Angga. “Ok dah, sip”, jawab Tiwi sambil mengangkat jempol tangannya. Angga tersenyum melihat tingkah Tiwi yang menurutnya itu menggemaskan. “Dek, udah hampir maghrib nih. Kakak pulang dulu ya?”, ucap Angga sembari mengangkat tas ranselnya. “Ya udah Kak, ati-ati ya di jalan!”, pesan Tiwi sembari mengntarkan Angga sampai teras rumah. “Ok, kamu jangan lupa ya tetep belajar nanti malem. Salam buat mamah kamu!”, ucap Angga yang kemudian menyalakan motor vixionnya dan beranjak meninggalkan rumah Tiwi. Tiwi membalasnya dengan anggukan dan senyuman.
¤¤¤¤
Keesokan harinya di kantin sekolah. Tiwi sedang asyik mengobrol dengan kedua sahabatnya Nia dan Luna sampai akhirnya topik pembicaraan mereka mengarah pada ulangan Bahasa Inggris. “Oh iya, ngomong-ngomong hari senin nanti ada ulangan Bahasa Inggris kan?”, Tanya Nia sambil melahap gorengan di tangannya. “Ulangan Bahasa Inggris? Ah, kecil!”, celetuk Tiwi mengangkat jentiknya. “Halah… PD amat kamu Wi! Materinya kan gak gampang apalagi Pak Edwin kalo nerangin juga gak bikin kita paham malah bikin kita tampah puyeng!”, tukas Luna seraya mengusap-usap rambut kepalanya. “Hahaha, tenang aja. Ada aku, aku kan sekarang punya guru les privat Bahasa Inggris. Gurunya ajaib banget lagi! Canggih!”, ujar Tiwi sambil mengangkat kerah bajunya merasa bangga. “Sumpeh Lo….??!”, Tanya kedua temannya serentak. Tiwi menganggukan kepala mengiyakan. “Ajaib?”, Tanya Luna. “Canggih?”, Tanya Nia. Keduanya sama-sama merasa kaget dengan pernyataan Tiwi itu. Tiwi yang sebelumnya sangat tidak tertarik dengan les dan menganggap kalau les itu hanya membuang-buang waktunya saja dan bikin capek tiba-tiba sekarang dengan bangga mengatakan kalau dia ikut les privat dan memuji-muji guru lesnya! Sungguh aneh tapi nyata. “Bukannya kamu itu paling gak suka les yah Wi?”, Tanya Nia dengan nada yang mulai direndahkan. “Emh, gimana yah? Abis gurunya ajaib sih”, jawab Tiwi tersenyum. “Ajaib gimana?”, Tanya Luna penasaran. “Dia itu selain pinter juga ganteng!”, kata Tiwi mengangkat kepalanya ke atas seperti membayangkan seseorang. “Trus, kamu naksir gitu sama dia? Eghem-eghem, kayaknya ada yang mau buka hatinya lagi nih buat cowok”, ledek Nia pada Tiwi. Tiwi hanya tersenyum malu dengan perkataan temannya itu. Mungkin saja yang dikatakan Nia itu memang benar.
Kini saatnya untuk les, seperti biasa Tiwi menyiapkan segala perlengkapan untuk les. Hari ini adalah les Bahasa Inggris, pelajaran yang paling Tiwi benci karena di raportnya nilai Bahasa Inggrislah yang menduduki nilai paling rendah.
Namun Tiwi tetap bersemangat untuk mengikuti les Bahasa Inggris karena
pesan mamahnya dia harus belajar giat menaklukan semua pelajaran di
sekolah agar dia bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Sebelum Angga
datang, Tiwi sengaja belajar dulu sekedar membaca-baca buku catatan
Bahasa Inggris. Dia tak mau ketahuan kalau dia sangat tidak menguasai
materi Bahasa Inggris, malu juga kan kalau dia terlihat blo’on banget di
depan Angga walaupun kenyataannya memang iya. Baru saja sebentar Angga
mengajar, Tiwi langsung dibuat kagum olehnya. “Gila! Fasih bener nih
cowok ngomong bahasa Inggrisnya!”, ucap Tiwi dalam hati. Tiwi sangat
senang diajar oleh Angga, karena menurutnya cara mengajar Angga itu
sangat mengasyikan tidak seperti guru Bahasa Inggrisnya di sekolah yang
pengajarannya membosankan dan bikin mata sepet. Lama kelamaan Tiwi jadi
merasa senang dengan Bahasa Inggris dan itu berkat Angga tentunya. “Any
question?”, Tanya Angga dengan bahasa Inggrisnya tapi berlogat jawa.
“Ehm,, No.. No..”, jawab Tiwi dengan ragu. “Baiklah kalau gitu, sampai
disini dulu ya les kita”, ujar Angga seraya memberesi buku-buku bahan
ajarnya. Tiwi mengangguk. “Oh ya, warung roti bakar jam berapa
tutupnya?”, Tanya Angga. “Biasanya sampai jam 10 malem kak, emang
kenapa?”. “Oh. Gak apa-apa, cuma Tanya aja. Biasanya kalau malam minggu
kakak suka cari tempat tongkrongan bareng temen. Mungkin lain kali kakak
mo ngajak temen-temen ke situ”, jawab Angga. Kemudian setelah ia
selesai memasukan semua bukunya ke dalam tas, Angga segera beranjak
pulang dengan vixion merahnya.
Malam minggu, seperti biasa Tiwi menemani mamahnya di warung roti bakar. Karena lokasinya memang dekat dengan rumahnya, Tiwi ke sana dengan jalan kaki. Biasanya selain main Tiwi juga ikut membantu para pegawai kalau warung sedang ramai pengunjung. Apalagi kalau malam minggu, warung biasa didatangi anak-anak muda yang sedang malam mingguan bersama pacar atau teman-temannya. Tak jarang juga warung roti bakar milik mamahnya Tiwi dijadikan tempat untuk acara arisan mengingat warungnya memang cukup besar dan terkenal. Tiba-tiba terdengar bunyi nada SMS dari HP Tiwi.
“Malem Tiwi, lagi ngapain? Ini Kak Angga”. Rupanya Angga mengirim sebuah SMS pada Tiwi. “Malem juga Kak, nih Tiwi lagi main ke warung mamah sambil bantu-bantu dikit lah.” Balasan dari Tiwi. Kemudian keduanya saling balas membalas SMS sampai tak terasa ternyata waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Warung sudah sepi, tidak terlihat lagi ada pengunjung yang sedang melahap roti, tidak terdengar lagi suara obrolan mereka. Rupanya warung memang sudah ditutup dan para pegawai pun mulai pulang meninggalkan warung setelah lelah bekerja. “Tiwi, ayo kita pulang. Warung udah tutup, pegawai-pegawai mamah juga udah pada pulang tuh”, ajak mamah pada Tiwi. Tiwi bangkit dari kursi dan segera ikut mamahnya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Tiwi segera masuk ke dalam kamar dan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Sebenarnya Tiwi masih melanjutkan SMS dengan Angga sampai akhirnya Tiwi tertidur dan tak dapat mendengar lagi bunyi HPnya yang berdering.
¤¤¤¤
Sehari berlalu, hari ini adalah hari senin dimana tiba jadwalnya kelas Tiwi untuk melaksanakan ulangan Bahasa Inggris. Pak Edwin masuk kelas dengan membawa berlembar soal ulangan yang akan dibagikan kepada siswa-siswanya, rupanya ia benar-benar sudah siap untuk mengadakan ulangan untuk siswanya. “Sesuai janji kita rabu lalu, hari ini kita ulangan ya?”, suara Pak Edwin menggetarkan para siswa. “Haahh,,, ulaangaaan?!!”, serentak anak-anak berlagak sok kaget mendengar ucapan gurunya barusan. “Loh, kok pada kaget gitu sih Mas, Mba? Iya hari ini kita ulangan”, jelas Pak Edwin. “Lah Pak, belum siap!”, ucap salah satu siswa memberi alasan agar tidak jadi ulangan. “Iya Pak, belum belajar!”, dilanjut oleh siswa lain. Akhirnya berbagai alasan keluar dari mulut masing-masing siswa. Suasana kelas menjadi sangat ramai dengan teriakan siswa yang menolak untuk ulangan. “Sudah-sudah! Siap atau tidak siap, sudah belajar atau belum. Hari ini kalian tetap ulangan!”, tukas Pak Edwin. Akhirnya kelas pun menjadi hening, suara-suara penolakan ulangan mulai lenyap. Mau tidak mau para siswa tidak bisa menghindar lagi kalau hari ini mereka ulangan. Para siswa mulai pusing mengerjakan soal, terlihat dari raut wajah mereka yang sangat memela seperti berharap sebuah keajaiban datang menghampiri mereka dan semua soal ulangan habis terselesaikan dengan mudah. Tapi tidak sama halnya seperti Tiwi, yang dengan antengnya mengerjakan soal ulangan tanpa lirik sana-sini. Dia tentunya sudah punya persiapan yang matang untuk menghadapi soal ulangan Bahasa Inggris karena sebelumnya dia sudah belajar sama Angga si cowok ajaib itu.
Malam minggu, seperti biasa Tiwi menemani mamahnya di warung roti bakar. Karena lokasinya memang dekat dengan rumahnya, Tiwi ke sana dengan jalan kaki. Biasanya selain main Tiwi juga ikut membantu para pegawai kalau warung sedang ramai pengunjung. Apalagi kalau malam minggu, warung biasa didatangi anak-anak muda yang sedang malam mingguan bersama pacar atau teman-temannya. Tak jarang juga warung roti bakar milik mamahnya Tiwi dijadikan tempat untuk acara arisan mengingat warungnya memang cukup besar dan terkenal. Tiba-tiba terdengar bunyi nada SMS dari HP Tiwi.
“Malem Tiwi, lagi ngapain? Ini Kak Angga”. Rupanya Angga mengirim sebuah SMS pada Tiwi. “Malem juga Kak, nih Tiwi lagi main ke warung mamah sambil bantu-bantu dikit lah.” Balasan dari Tiwi. Kemudian keduanya saling balas membalas SMS sampai tak terasa ternyata waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Warung sudah sepi, tidak terlihat lagi ada pengunjung yang sedang melahap roti, tidak terdengar lagi suara obrolan mereka. Rupanya warung memang sudah ditutup dan para pegawai pun mulai pulang meninggalkan warung setelah lelah bekerja. “Tiwi, ayo kita pulang. Warung udah tutup, pegawai-pegawai mamah juga udah pada pulang tuh”, ajak mamah pada Tiwi. Tiwi bangkit dari kursi dan segera ikut mamahnya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Tiwi segera masuk ke dalam kamar dan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Sebenarnya Tiwi masih melanjutkan SMS dengan Angga sampai akhirnya Tiwi tertidur dan tak dapat mendengar lagi bunyi HPnya yang berdering.
¤¤¤¤
Sehari berlalu, hari ini adalah hari senin dimana tiba jadwalnya kelas Tiwi untuk melaksanakan ulangan Bahasa Inggris. Pak Edwin masuk kelas dengan membawa berlembar soal ulangan yang akan dibagikan kepada siswa-siswanya, rupanya ia benar-benar sudah siap untuk mengadakan ulangan untuk siswanya. “Sesuai janji kita rabu lalu, hari ini kita ulangan ya?”, suara Pak Edwin menggetarkan para siswa. “Haahh,,, ulaangaaan?!!”, serentak anak-anak berlagak sok kaget mendengar ucapan gurunya barusan. “Loh, kok pada kaget gitu sih Mas, Mba? Iya hari ini kita ulangan”, jelas Pak Edwin. “Lah Pak, belum siap!”, ucap salah satu siswa memberi alasan agar tidak jadi ulangan. “Iya Pak, belum belajar!”, dilanjut oleh siswa lain. Akhirnya berbagai alasan keluar dari mulut masing-masing siswa. Suasana kelas menjadi sangat ramai dengan teriakan siswa yang menolak untuk ulangan. “Sudah-sudah! Siap atau tidak siap, sudah belajar atau belum. Hari ini kalian tetap ulangan!”, tukas Pak Edwin. Akhirnya kelas pun menjadi hening, suara-suara penolakan ulangan mulai lenyap. Mau tidak mau para siswa tidak bisa menghindar lagi kalau hari ini mereka ulangan. Para siswa mulai pusing mengerjakan soal, terlihat dari raut wajah mereka yang sangat memela seperti berharap sebuah keajaiban datang menghampiri mereka dan semua soal ulangan habis terselesaikan dengan mudah. Tapi tidak sama halnya seperti Tiwi, yang dengan antengnya mengerjakan soal ulangan tanpa lirik sana-sini. Dia tentunya sudah punya persiapan yang matang untuk menghadapi soal ulangan Bahasa Inggris karena sebelumnya dia sudah belajar sama Angga si cowok ajaib itu.
Tttteeeetttt…. Bel berbunyi menandakan jam pelajaran telah usai berganti dengan waktu istirahat dan otomatis para siswa sudah harus menyelesaikan semua soal ulangan. Pak Edwin berkeliling mengambil lembar jawab siswa satu per satu. Banyak siswa yang kecewa karena belum menyelesaikan soal ulangan dan ada pula yang tidak yakin dengan jawabannya sendiri, hampir semua siswa tidak ada yang terlihat merasa puas dengan hasil jawaban mereka. Tiwi, Nia dan Luna kemudian pergi bersama ke kantin untuk memperbaiki gizi mereka, setelah melaksanakan ulangan Bahasa Inggris cacing di perut mereka serasa demo meminta diisi makanan. “Hah..! tega tuh Pak Edwin! Masa bikin soal salah semua sampai-sampai aku gak bisa ngejawabnya!”, kata Nia setelah menyeruput es tehnya. “Haha.. ngelawak kamu Ni? Bukan soal ulangannya yang salah, tapi gurunya yang gak bisa bikin soal! Wkwkwk”, balas Luna ngikik. “Halah.. kalian ini pada parah-parah banget sih? Kalau dipikir-pikir soal ulangan tadi gak susah-susah amat kok, paling dikit doank yang susah”, ujar Tiwi dengan PDnya. “Percaya deh yang udah les Bahasa Inggris sama cowok ajaib! Ckckck”, balas Nia dengan tawa. “Eh, kalian belum pernah lihat yah guru les aku? Kalau kalian lihat pasti langsung pada naksir deh!”. “Ah, yang bener?”, Tanya Luna tak percaya. “Bener, Bimo aja lewat!”, jawab Tiwi mencoba meyakinkan kedua sahabatnya. Tiwi terus bercerita tentang guru lesnya itu yang disambut baik oleh kedua sahabatnya yang memang penasaran akan sosok yang sedang dibicirakan mereka sampai akhirnya bel masuk kelas pun berbunyi dan menyudahi obrolan tiga sahabat itu.
¤¤¤¤
Keesokan harinya lembar jawab ulangan Bahasa Inggris dibagikan lengkap dengan nilai yang tertera pada pojok kanan atas kertas yang dijadikan lembar jawab itu. Terdengar jelas suara gemuruh anak-anak XII IPS 1 yang mengeluh akan hasil nilai ulangannya. Hampir semuanya remidi. Raut wajah merekapun menjadi suram menyatu dengan ruang kelas yang dipenuhi suasana tak menyenangkan, udara terasa hambar. Bertolak belakang dengan Tiwi yang begitu riang. “Yes..! thanks god! Untuk pertama kalinya ulangan Bahasa Inggris aku gak remidi! Yyiihhuuuy”, ucap Tiwi senang. Anak ini sebenarnya memang pintar namun ada dua mata pelajaran yang paling tidak ia gemari yaitu Bahasa Inggris dan Matematika. Menurutnya Bahasa Inggris itu susah dipahami dan Matematika itu sering bikin kepalanya pusing.
Dia hampir tak pernah belajar Bahasa Inggris walaupun akan ulangan
sekalipun. Baginya kalau untuk ulangan Bagasa Inggris belajar atau tidak
belajar sama saja tetap remidi. Namun lain halnya dengan sekarang,
setelah ia bertemu cowok ajaib yang jadi guru lesnya itu. “Kamu dapet
berapa Wi?”, tanya Luna. “Dapet 85, kamu?”, tanya balik Tiwi. “Hebat
banget. Aku biasa, remidi”, jawab Luna lesu. “Hah, kalau aku sih udah
yakin remidi dari kemaren. Jadi aku udah siapin mental buat nrima ini.
Lagian yang lain juga banyak yang remidi, tenang kawan kita masih banyak
teman buat remidi bareng! Hha”, ujar Nia tegar. Cewek satu ini memang
tidak terlalu memperdulikan masalah nilai, toh katanya prestasi tidak
menentukan masa depan. Itulah semboyan yang selalu Nia ingat. “Trus,
yang gak remidi sih siapa aja?”, tanya Tiwi kemudian. “Yang gak remidi
ya.. Biasa lah, si Lula sama Arifin plus satu lagi kamu pendatang baru
di kumpulan anak-anak bebas remidi Bahasa Inggris”, jawab Luna diikuti
hela nafas panjang.
Tiwi semakin giat dalam belajar ditambah lagi dengan kehadiran Angga si cowok ajaibnya itu, ia jadi mengurangi sifat malas belajarnya. Dibandingkan dengan dulu, sekarang Tiwi sudah jauh lebih rajin dan prestasinya di sekolah pun menjadi tambah meningkat. Seiring dengan itu, hubungan antara Tiwi dan Angga pun jadi semakin dekat. Mungkin awalnya hubungan mereka berdua hanya sebatas murid dan guru les saja. Namun sekarang jadi terlihat seperti dua sejoli yang sangat serasi. Keduanya sering pergi bersama ke toko-toko buku bahkan sampai ke pasar malam yang terdapat bazar buku-buku murah. Tiwi dan Angga memang sangat suka membaca, Tiwi suka membaca novel fiksi bertema cinta dan Angga suka membaca buku-buku pengetahuan untuk menambah wawasannya. Sebenarnya tidak ada salahnya juga kalau mereka berdua pacaran. Walaupun status mereka adalah murid dan guru les, tapi selisih umur antara keduanya hanya beda 3 tahun. Selain pergi ke tempat-tempat yang menjual buku, mereka juga kerap kali pergi bersama ke bioskop untuk nonton film, atau pergi untuk sekedar makan malam di luar. Namun walaupun sering terlihat berdua, mereka belum juga berpacaran. Mungkin keduanya masih nyaman dengan status mereka yang sekedar berteman dekat saja.